Ayah Kepala Sekolah [Bagian 02] Bahagiakan Pasanganmu


Untuk kali ini, izinkan saya bicara kepada para ayah dari hati ke hati. Soalnya kalau dari Jakarta ke bekasi lama sampainya hehe…Kira-kira apa yang jadi pertimbangan utama ayah dalam memilihkan sekolah bagi anaknya? Tentu yang pertama kali adalah keamanan dan kenyamanan sekolah sebagai salah satu pertimbangannya. Anak akan betah berlama-lama di dalamnya. Kalau perlu sampai nginap di sana. Fokus dalam belajar. Gak suka nongkrong di luar. Apalagi mencoba untuk kabur dan minggat lantas kemudian mencari tempat lain yang lebih nyaman bagi mereka.

Dalam konteks pengasuhan, sekolah pertama bagi anak adalah ibu. Ya. Ibu adalah sekolah pertama dan terbaik bagi anak. Selain karena tak ada biaya formulir dan uang gedung, anak juga bebas dari tagihan SPP dan tuntutan PR smile emoticon. Ini adalah sekolah idaman. Setidaknya bagi saya yang dulu saat sekolah paling malas ngerjain PR hehe.. Namun di luar itu, peran ibu sebagai sekolah tak lain memberikan rasa nyaman bagi anak agar betah berlama-lama di dekatnya. Tidak suka keluyuran di luar. Menjadi tempat untuk curhat di saat anak resah. Mengadukan segala gundah. Dan terutama memberikan nilai pengajaran bagi anak agar tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Kesemua hal di atas akan dapat dipenuhi oleh ibu jika peran kepala sekolah yang dipikul oleh ayah berjalan dengan maksimal. Ayah sebagai kepala sekolah bertanggung jawab menyamankan sekolah. Dalam hal ini adalah ibu dari anak-anaknya. Sebab, sulit bagi ibu membuat anak betah ada di sisinya kalau sang ibu tak mendapatkan dukungan. Mudah stress. Hanyut dalam perasaannya sendiri. Terlebih jika hujan turun, ibu makin galau. Pengennya muter-muterin tiang listrik atau pohon bak artis india kemudian teriak histeris meratap sambil habisin mie goreng dua piring hehe… lebay ah. Intinya, Ibu yang tak nyaman biasanya gampang marah. Emosinya meledak-ledak kayak petasan di malam tahun baru. Alhasil, anak lebih betah nongkrong berlama-lama di mall dan warnet. Atau tempat hiburan lainnya. Malas untuk pulang bertemu ibunya. Sebab terbayang akan bertemu dengan sosok yang meskipun cantik, kulit putih, rambut panjang terurai namun ternyata punggungnya bolong dan ketawanya mengerikan. Ups ini mah kuntilanak.., Maaf, maaf. Maksudnya sosok yang menyeramkan dan angker bagi jiwa anak. Inilah gejala munculnya mother distrust di kalangan anak-anak saat ini akibat ibu yang dirasa tak lagi memberikan kenyamanan bagi mereka.

Semua hal tersebut, lagi-lagi karena peran ayah sebagai kepala sekolah yang hilang. Tanggungjawab menciptakan suasana nyaman sekolah seharusnya ada di tangan ayah. Ayah lah yang seharusnya berpikir untuk membuat anak betah bersama ibunya. Dalam hal ini, tugas ayah adalah memperhatikan kebutuhan batin sang ibu. Hakekatnya, ibu akan bisa memberikan rasa nyaman kalau kebutuhan batinnya terpenuhi. Ada ruang baginya untuk bicara mengeluarkan isi hati dan pikirannya. Sebab, menurut sebuah penelitian, wanita yang sehat jiwanya minimal mengeluarkan 20000 kata perhari. Ini benar lho. Makanya kalau mau aman, nikahilah penyiar radio atau MC hehe. Dua puluh ribu kata mah udah terlampaui mereka ucapkan sebagai tuntutan profesi.

Ibu yang jarang diajak bicara oleh ayah, maka bahasa tubuhnya tidak mengenakkan. Menyusui anak sambil resah. Tak mampu mendengarkan curhatan anak. Tak sabar saat bicara sebab emosi yang tak terkontrol. Akibatnya anak hanya dapat ‘sampah emosi’ dari ibunya. Anakpun akhirnya lebih memilih menghindar dan menjauh dari ibunya. Inilah petaka pertama dalam pengasuhan : ketika ibu tak lagi dirindukan oleh buah hatinya.

Maka, tugas wajib ayah sebagai kepala sekolah adalah memberikan waktu dan ruang setiap hari bagi ibu untuk bicara sebagai upaya menyehatkan jiwanya. Dengarkanlah keluh kesahnya. Kalaupun ibu mau marah-marah dan nangis silahkan ke ayah aja. Ibarat kata, biarkan ibu membuang sampah emosinya ke ayah agar ibu bisa memberi bunga cinta untuk anaknya.

Ibu yang sehat jiwanya dapat menjalankan tugasnya sebagai sekolah terbaik bagi anak. Ia bisa tahan berjam-jam mendengarkan keluh kesah anak. Ia mudah memberikan maaf sekaligus senyuman saat anak melakukan kesalahan hingga anak pun selalu merindukan ada di dekatnya. Dan hal ini harus didukung oleh ayah yang memperhatikan kondisi batinnya. Selain juga kebutuhan fisiknya. Agar ibu sehat luar dan dalam. Maka, ayah yang hebat bermula dari suami yang dahsyat. Peka akan kebutuhan pasangan. Peduli setiap saat. Kesimpulannya, bahagiakan pasangan kita. Sebab, ia adalah sekolah pertama untuk anak-anak kita (bersambung)

Artikel seri sebelum ini adalah AYAH KEPALA SEKOLAH (bag. 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages